Jurnalisme warga kerap digunakan sebagai
padanan istilah citizen journalism.
Jurnalisme partisipatoris menjadi padanan yang lain, tapi istilah jurnalisme
warga lebih berterima dan populer.
Jurnalisme warga diartikan sebagai tindakan
warga dalam memainkan peran aktif dalam pengumpulan, pelaporan, analisa dan
penyebarluasan berita atau informasi. Dalam jurnalisme warga, setiap orang
adalah subjek sekaligus objek. Warga tidak hanya menjadi konsumen informasi
tetapi juga produsen yang menggali, mengolah dan menyebarluaskan informasi itu.
Jurnalis profesional tengah mewawancarai narasumber. (Foto: sujaya) |
Jurnalisme warga menarik perhatian karena
menjadi semacam alternatif dari media arus utama. Informasi atau hal-hal kecil
yang tidak diperhatikan media arus utama bisa ditemukan dalam jurnalisme warga.
Begitu juga masalah-masalah publik yang karena kepentingan pemilik media atau
tekanan penguasa enggan disentuh media arus utama bisa ditemukan dalam
media-media yang mendedikasikan dirinya pada jurnalisme warga.
Dalam jurnalisme warga, pelaku-pelakunya
disebut pewarta warga atau jurnalis warga. Landasan jurnalisme warga lebih
kepada kepedulian dan kesadaran warga untuk terlibat aktif dalam menggali,
mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Itu artinya, semua orang bisa menjadi
pewarta warga. Pewarta warga tak mesti memiliki kartu pers atau pun bekerja di
sebuah media yang mapan. Seorang pegawai atau pun petani bisa menjadi pewarta
warga. Aktivitas sebagai pewarta warga pun bisa dilakoni tanpa mengesampingkan
pekerjaan pokok.
Karena jurnalisme warga bisa ditulis semua
orang, kualitas informasi memang menjadi tantangan terpenting pewarta warga.
Banyak orang merasa ragu dengan karya para pewarta warga. Selalu muncul
pertanyaan, apakah informasi yang disajikan pewarta warga itu benar, akurat,
bisa dipercaya atau pun memenuhi aspek-aspek etika publik. Pasalnya, tak jarang
informasi yang disajikan hanya gosip atau pun fakta yang belum lengkap sehingga
justru menimbulkan keresahan.
Itu sebabnya, seorang pewarta warga
sebaiknya memahami prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Teladan jurnalisme
Amerika Serikat, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
merumuskan sembilan elemen dasar jurnalisme yang harus dipegang seorang
wartawan. Sembilan elemen jurnalisme yang dirumuskan Kovach dan Rosenstiel ini
menjadi semacam tuntunan profesional, moral dan etis seorang wartawan. Kerja
wartawan memang tidak semata-mata menyangkut profesionalisme jurnalistik,
tetapi juga tanggung jawab moral dan etis. Kovach menempatkan kebenaran pada
kewajiban pertama wartawan dan loyalitas pertamanya diberikan kepada warga. Hal
ini mencerminkan jurnalisme harus senantiasa mengabdi pada kebenaran dan
melayani kepentingan publik.
Priambodo RH dari Lembaga Pers Dr. Sutomo
menyatakan jurnalisme warga di Indonesia baru seumur kepompong, belum menjadi
kupu-kupu. Karena itu, dibutuhkan pembelajaran terus-menerus agar karya-karya
jurnalis warga bisa diakui dan disejajarkan dengan karya-karya jurnalis
profesional.
Priambodo merumuskan 10 panduan bagi
pewarta warga: tidak boleh plagiat, harus
cek dan cek kembali fakta, jangan menggunakan sumber anonim, perhatikan dan peduli hukum, utarakan
rahasia secara hati-hati, hati-hati dengan opini narasumber, pelajari batas
daya ingatan orang, hindari konflik kepentingan, dilarang melakukan pelecehan,
pertimbangkan setiap pendapat.
Pewarta warga hendaknya juga menggunakan
rambu-rambu itu sebagai pegangan dalam menulis beritanya. Dengan begitu, karya
mereka diakui kredibilitasnya dan sejajar dengan karya jurnalis profesional. (*)
Posting Komentar